- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Cinta ku Pada Maria Dahsyat Mengalahkan Ombak di Cepi Watu, Kokoh Melebihi Gunung Ranaka

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    12 Mei, 2020, 10:33 WIB Last Updated 2020-05-12T03:33:12Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

     

    ***Cerpen Karya Kristo Sapang***

    Nama saya Jio... saya adalah putra tunggal dalam keluarga hoby saya berkebun. Lahan pemeberian ayah adalah tempet saya bekerja.


    Berbeda dengan teman ku, dulu semenjak tamat SMA, mereka memilih lanjut ke perguruan tinggi. Namaun, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan karena keterbatasan ekonomi.


    saya memilih untuk tetap di kampung membantu orang Tua. mencari makanan sapi, mengabil makanan babi dan menyiang rumput di kebun kopi adalah pekerjaan rutin saya.


    Hampir Setiap hari saya menghabiskan waktu di kebun. Lain dengan Maria, dia adalah Anak tunggal dikeluarga berada di desa kami.


    Kebetulan dia adalah teman sebangku saya saat SMA dulu. saat ini berada di luar kota, melanjutkan pendidikan manajemennya.


    Maklum, mereka termasuk kategori orang kaya di desa kami, memiliki mesin perontok padi, mesin giling padi, giling kopi, tracktor dan mereka juga memiliki beberapa unit kendaraan, nah itu dia kategori kaya di desa kami.


    Maria itu orangnya baik, ramah dan penyayang, sewaktu-waktu saya sering meminjamkan pulpen padanya, saat mata pelajaran matematika, dia selalu memilih kelompok yang sama dengan saya.


    Saat guru tidak masuk kelas kami selalu bersendaguarau, tukar ceritra, bahkan dia tak sungkan-sungkan curhat rahasianya dengan saya.


    Serasa ada yang kurang ketika antara saya dan dia ada yang tidak masuk sekolah boleh dikatakan “Teman tapi mesrah” itulah kata teman-teman tentang kami.  


    Kedekatannya membuat saya semakin penasaran bahkan pada suatu ketikan saya berencana untuk “menembaknya”.


    Segala sesuatupun saya siapkan dengan matang mulai dari cara bicara, kata-kata, hingga  expresi wajah, telah kuperagakan depan cermin lemari di rumah kami.


    Keesokan hari jam 06: 30 dengan semangat sayapun berangkat sekolah, di sekolah, Maria sudah menunggu. Paras cantik, alis mata lentik, lesung pipi, kulit mulus dan bersih adalah ciri khas Maria dan itu semua membuat saya semakin dag-dig-dug di depanya.


    Sebelum saya mengungkapkan isi hati, saya termenung dan tiba-tiba  saya berubah pikiran, saya lebih memilih menyelamatkan pertemanan kami dari pada menajadikan Maria sebagi kekasih hati saya.


    Lagipula seandainya Maria menolak saya, itu artinya saya sudah menghancurkan pertemanan kami. Jadi, teman saja sudah cukup.


    Sejak saat itu, saya menguburkan niat saya dalam-dalam hingga selesai SMA, saya tetap bersih kuku menguburkan niat saya itu.


    Pada liburan 2 tahun kemarin, Maria baru saja pulang dari luar kota untuk berlibur, Dia terlihat tambah cantik saja rupanya.


     Tinggal di kampung saja sudah seperti artis, apalagi tinggal di kota, ibarat bidadari dari kayangan saat terbang sayapnya patah dan jatuh di kampung kami,” pikir ku dalam hati.


    Namaun sejak saat itu sepertinya ada yang kurang beres dengan hubungan pertemanan kami, bukan karena Maria, namun orang tuanya tidak senang ketika Maria bertegur sapa dengan saya.


    Apalagi sekali-sekali ketika dia bertamu ke rumah saya sangat terlihat jelas ekspresi wajah sinis dari kedua orang tuanya.


    Memang tidak bisa disalahkan orangtuanya,  bayangkan saja, Maria sebentar lagi wisudah, namanya bertamabah. Sedangkan saya..? menghafal musim panen kopi mungkin  bisa saya lakukan tetapi mendekati Maria, mungkin itu hal tersulit dalam hidup saya.


    Minder adalah kata yang tepat untuk saya saat itu, niat saya untuk hidup bersama Maria semakin dalam ku kubur..kini Maria hanya menjadi khyalan waktu senggang atau saat mencari rumput sapi di kebun.


    Sebagai manusia, kita boleh-boleh saja membuat rencan namun, rencana Tuhan di atas segala rencana.


    Berbeda dengan liburan sebelumnya, liburan tahun kemarin Maria pun pulang namun, pintu rumahnya tidak pernah dibuka, tidak seperti biasanya.


    Saya curiga ada yang tidak beres dengan Maria, kebetulan waktu itu sedang ada pendemi covid 19. 


    Pikiran saya pun tidak tenang seperti ada kontak batin dan memberikan petunjuk bahwa Maria sedang tidak baik-baik saja.


    Haripun berlalu, terlihat aktifitas yang tidak seperti pada biasanya, di rumah Maria hanya terdengar suara pada malam hari saja, sedangkan siang hari, layakny rumah yag tidak berpenghuni.


    Karena mencurigakan, bebrapa orang wargapun berniat untuk meggledah rumah Maria, tak lama kemudian, merekapun menemukan sehelai surat di tas Maria, dalam surat itu menuliskan bahwa Maria adalah ODP (orang dalam pengawasan) covid 19.


    Tak lama berselang berita tersebut menyebar hingga ke pelosok desa, masyarakat yang panik, serta praturan desa mengahruskan keluarga Maria untuk menjalankan isolasi.


    Hati saya hancur berkeping- keping, harapan dan impian musnah seketika. Corona virus itu berbahaya.


    Tidak ada jalan kesembuhan ketika sudah terpapar virus itu, Itulah pikiran yang terlintas dalam benak saya. Desa kami kejam. Lebih kejam lagi dari orang tuanya Maria yang melarang Maria untuk dekat dengan saya.


    Tak mau ambil pusing, pak kepala desa pun mengeluarkan aturan bahwa Maria dan keluarga harus diisolasi di kantor desa.


    Ini kesempatan emas saya untuk mendekati  Maria yang kebetulan lokasi kebun kami berdekatan dengan kantor desa. 


    Selama kegiatan isolasi berjalan, saya sering memantau Maria dan keluarga namun tetap memakai masker jahitan mama serta tidak pernah lupa mandi selepas menjenguk keluarganya. 


    Tak sedikit wagra yang menghujat saya karena dekat dengan Maria saat pandemi tersebut, apalgi Maria adalah ODP covid-19.


    Saya tidak pernah menggubris kata mereka tentang saya, bagi saya, hidup namun tidak bersama Maria adalah mati suri, sedangkan mati suri bersama Maria pasti akan hidup lagi.


    Kubulatkan tekad untuk selalu bersama Maria dalam suka dan duka, cinta yang dahsyat menghancurkan maut menghadang sekejap.


    Kini hampir setiap hari saya pergi menjenguk Maria dan tidak lupa memakai masker pengaman. Obat- obatan dari medis diperkuat oleh obat tradisi racikan saya sendiri, berkat pengalaman saya lima tahun lalau diaman semua ayam kami mati karena terkena virus.


    Untuk virus, proses inkubasi dan siklus hidupnya pada umunya hampir sama, tidak melihat hewan ataupun manusia, pemahaman saya seperti itu tentang virus. 


    bagi saya menyembuhkan Maria adalah hal terpenting saat itu. Atas persetujuan bapak dan mama, saya menjual seekor sapi kesayangan saya untuk membeli obat yang disarankan petugas kesehatan di pusat kota.


    Untung dapat diraih, malang dapat ditolak, setelah mengkonsumsi, obat tersebut, kesehatan Maria berangsur membaik demikian juga kedua orang tuanya.


    Tak sungkan sayapun mengungkapkan isi hati saya ke Maria dengan memgang tangannya, saya menggali prasaan yang telah kukubur dalam- dalam selama bertahun-tahun lamanya.


    Kuceritrakan kepadanya apa adanya awalnya Maria tidak berkata apa-apa, hanya linangan air mata tanda kepasrahan terpancar dari wajahnya, namun dengan yakin dia berkata bahwa dirinya sudah sejak lama mengharapkan kata-kata ini dari saya.


    Jujur Maria ternyata tulus mencintai saya, dia mengaku bahwa selam di luar kota, dia tak merelahkan orang lain singgah di hatinya.


    Urat-urat merah di wajahnya, serta kulit mulus dan bercahaya membuat saya yakin bahwa belum ada lakai-laki yang pernah singgah di hatinya.


    Tak lama berselang tiba-tiba orang tua Maria datang, rasa takut bercampur berani saya meminta izin ke orang tua Maria untuk menikahinya dalam waktu yang akan datang.


    Tatapan tajam ciri khas ayah Maria membuat saya sempat gerogi, namun di akhir dia berkata bahwa laki-alaki seperti saya pantas mencintai dan dicintai  Maria saya bahagia mendengarnya.


    Beberapa menit kemudian petuga kesehatan datang, dan mnginformasikan bahwa besok Maria dan keluarga akan dipulangkan ke rumah.


    Sebelum pulang kami berempat mengikuti Rapid Test, puji Tuhan semunya negatif covid 19.


    Di rumah saya tak sabar menemui bapa dan mama saya dan menceritrakan semuanya, ayah pun menyetujuinya.


    Maria, Cinta ku dahsyat mengalahkan ombak di Cepi Watu, kokoh melebihi gunung Ranaka, engkau bagiku adalah kain Songke yang  menyelimuti ku di saat tubuh ini kedinginan.


    Derasnya aliran Wae Mokel akan kuarungi demi menggapai engkau, engkau tak usah khawatir tentang masa depan kita, kebun kopi di Wae Watu adalah milik kita aku berjanji untuk mengikhlaskan sisa hidupku bersama Mu.


    Atas usaha dan kerja keras Junio, demi mendapatkan Maria Minggu depan Junio dan Maria akan melangsungkan pernikahanya.


    Sebagai pembaca yang setia hingga akhir ceritra anda diundang untuk turut membahagiakan kedua mempelai.

    Penulis saat ini menetap di Surabaya

    Komentar

    Tampilkan