- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Kisruh Hutan Bowosie, dari Isu Caplok Lahan Hingga Ancaman Kerusakan Hutan

    Tim Redaksi | Editor: Antonius Rahu
    19 Mei, 2021, 12:31 WIB Last Updated 2021-05-19T05:46:52Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Kawasan hutan Bowosie, di kecamatan Komodo, Manggarai Barat/Foto Mongabay

    Bupati Endi mengatakan kehadiran BPOP LBF seharusnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat bukan malah meresahkan masyarakat.

    [Congkasae.com/Kereba] Perwakilan masyarakat adat Lancang, kelurahan Wae Kelambu, kecamatan Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat menemui bupati Manggarai Barat Senin kemarin.


    Dalam audiensi itu, masyarakat Lancang menolak peta yang dikeluarkan oleh Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOP LBF) yang memasukkan kawasan hutan Bowosie dalam bagian dari 400 hektare hutan yang akan dikonversi jadi hutan wisata.


    Masyarakat menilai sebagian lahan garapan mereka nantinya akan hilang akibat peralihan status yang ditetapkan oleh BPOP LBF itu.


    Dalam tuntutannya Dami Odos yang mewakili masyarakat adat meminta pemerintah Manggarai Barat agar mendesak dinas kehutanan untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) Kehutanan tahun 2016.


    "Dan mengembalikan batas PAL (Batas antara hutan tutupan dan Garapan) yang pilarnya masih di lokasi hutan berjarak sekitar 60 meter dari batas tanah garapan masyarakat,"pinta Dami Odos.


    Dami menyebut kawasan hutan yang akan dikuasai BPOP LBF itu merupakan sumber mata air yang menghidupi warga kampung Lancang.


    Namun direktur utama Destinasi BPOP LBF Konstan Mardinandus menegaskan jika pihak BPOP LBF tidak pernah mencaplok lahan warga.


    Ia mengatakan isu yang berkembang di luar yang menyebut BPOP LBF mencaplok lahan warga tidaklah benar.


    "BPOP LBF sama sekali tidak mencaplok lahan warga, isu tersebut sama sekali tidak benar,"kata Konstan Mardinandus mengutip Flores Merdeka di Labuan Bajo Rabu.


    Selanjutnya Mardinandus menjelaskan apa yang dilakukan oleh BPOP LBF adalah memperjuangkan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare yang sudah keluar dari wilayah hutan agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.


    Konstan menegaskan secara faktual sebagian lahan tersebut sudah berubah menjadi pemukiman penduduk yang tinggal di desa Golo Bilas, desa Gorontalo termasuk kelurahan Wae Kelambu.


    "Lahan-lahan tersebut semula berada dalam kawasan hutan berubah menjadi kawasan pemukiman penduduk,"kata Konstan. 


    Soal lahan seluas 400 hektare seperti yang ramai beredar juga dibantah oleh direktur destinasi BPOP LBF dengan menyebut lembaganya tidak pernah memiliki lahan seluas itu.


    Konstan mengatakan lahan yang dimaksud itu adalah lahan milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kelauatan (KLHK).


    Di sisi lain Konstan juga mengatakan saat ini semuanya tengah dalam proses izin pemanfaatan lahan.


    "Jadi secara faktual pun regulasi, lahan-lahan tersebut belum diserahkan dan atau dimanfaatkan BPOP LBF untuk kepentingan pengembangan kawasan pariwisata,"ujarnya.


    Konstan juga mengakui sebutan lahan seluas 400 hektare itu memang tercantum dalam peraturan Presiden, namun surat keputusan KLHK dan izin lainnya masih dalam proses.


    Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi juga ikut bersuara soal kisruh lahan seluas 400 hektare ini.


    Bupati Endi mengatakan kehadiran BPOP LBF seharusnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat bukan malah meresahkan masyarakat.


    "Bukan itu substansi kehadirannya (BPOP LBF) tapi bagaimana masyarakat bisa sejahtera,"kata Edistasius Endi.


    Penulis: Tonny

    Komentar

    Tampilkan