Penulis : Sandryaka Harmin | Editor: Tim Redaksi
Kawasan objek wisata Pegunungan Mandosawu di Kabupaten Manggarai Timur memiliki daya tarik wisata bagi wisatawan karena memiliki banyak tujuan dalam satu kawasan wisata.
Objek wisata yang berada di kawasan wisata Pegunungan Mandosawu yaitu Danau Rana Mese, Hutan Adat Pong Dode di Mano, air terjun (curug) serta Agrowisata Kopi di Lembah Colol, Kecamatan Lamba Leda Timur.
Tujuan perjalanan kami kali ini adalah Lembah Colol. Tentu kami ke sana dalam rangka untuk mengalami dan menikmati langsung pesona kopi Pa'it (pahit) dan panoroma alam yang terpampang luas membentang sepanjang lembah.
Perjalanan dimulai dari Ruteng (ibukota kabupaten Manggarai) dengan memakan waktu 2 hingga 3 jam perjalanan dengan kendaraan mobil atau sepeda motor.
Walaupun jaraknya jauh tapi pemandangan sepanjang jalan khususnya di sepanjang kawasan hutan Puar Lewe mulai dari Bealaing sampai Lembah Colol sangat memanjakan mata. Jalan yang dilalui pun cukup mulus meski topografinya sedikit menantang dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok bagaikan ular.
Beberapa ruas jalan memang sedikit rusak dan digenangi air setinggi mata kaki di musim hujan. Meski demikian indahnya pemandangan alam yang ada di sepanjang perjalanan akan melupakan kerusakan jalan.
Apalagi setelah sampai di Kampung Rende Nao, lelah anda akan terbayar dengan keindahan Lembah Colol yang membentang persis di depan mata anda.
Sejauh mata memandang ribuan pohon kopi menghiasi lembah. Lekukan sungai yang berkelok mengitari kebun dan sawah warga manambah keasrian lembah ini.
Di ujung timur menjulang gunung Poco Nembu dan dari sana membual dua buah air terjun (curug) yang juga tak kalah menarik dan eksotisnya, yakni Cunca Radi Ntangis dan Cunca Wek.
Di sebelah selatan pegunungan Poco Nembu itu tempat keluarnya mata air terkenal yang membentang ke arah selatan menuju muara di laut Sawu, nama sungainya adalah Wae Mokel.
Kita kembali ke sisi utara tebing Poco Nembu, dengan dua air terjun nan eksotisnya, kedua air terjun ini juga belakangan banyak disoroti media lokal karean keindahannya.
Di kampung Colol kami disambut baik oleh beberapa anak muda, mereka yang akan menunutun kami mengeksplor kawasan lembah kopi ini.
Hal yang membuat saya terkesan adalah sikap peramah dari warga di sini. Setiap orang yang kami jumpai di jalan menyapa kami dengan logat khas Colol.
Selain itu nasi kaget atau dalam dialek setempat disebut da’ul dan segelas kopi pahit khas Colol adalah hidangan yang tak boleh dilupakan selama berkunjung ke tempat ini.
Dalam atmosfer santai di sebuah gubuk kecil sore itu seorang sahabat seperjalanan bergumam “menikmati kopi pait ini rasanya menegak beliter-liter manisan”
Menurut data makro, komoditi utama beberapa desa di kecamatan Lamba Leda Timur terutama desa-desa di Lembah Colol seperti Tangkul/Rende Nao, Welu/Wejang Mali, Biting/Ulu Wae, Colol, Ngkiong, Racang, Wangkar Weli, Wuas dan Urung Dora adalah kopi.
Hal ini juga didukung oleh kenyataan sejarah yang menjelaskan Pemerintah Kolonial Belanda datang ke Manggarai pada tahun 1908 dan membangun pusat administrasi di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Kondisi alam dataran tinggi Manggarai memungkinkan untuk budidaya kopi. Oleh karena itu pada tahun 1920 kopi mulai dibudidayakan atas anjuran dari pemeritah kolonial dan dukungan raja Manggarai Alaxander Baruk dari Todo.
Oleh karena itu kopi Arabika juga disebut juga kopi tuang (tuan) karena dibawa tuan – tuan dari Belanda dan para misionaris.
Budidaya kopi diawali di Colol, kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur. Ketika itu raja Alexander Baruk sangat intens memengaruhi masyarakat untuk menanam kopi.
Melihat antusiasme itu pemerintah kolonial, pada tahun 1937 mgengadakan pertandingan kebun sebagai sayembara penanaman kopi.
Melalui seleksi yang ketat, petani asal Colol, Bernadus Ojong keluar sebagai pemenang, dia dihadiahi bendera bertuliskan “pertandingan keboen 1937 Manggarai.”
Sampai saat ini bendera itu masih disimpan oleh keturunannya di kampung Biting Desa Ulu Wae, Kecamatan Lamba Leda Timur.
Sejak saat itu, kopi sudah menjadi salah satu kearifan lokal Lembah Colol, saban pagi sebelum sarapan atau sore hari biasanya masyarakat Lembah Colol meghidangkan minuman kopi bersama da’ul, kudapan khas Lembah Colol.
Orang-orang luar menyebutnya nasi kaget. Da’ul terbuat dari keladi, singkong, atau ubi jalar rebus yang dicampur gula atau garam kemudian ditumbuk menjadi semacam adonan.
“Kita harus lebih kreatif dalam mengolah hasil bumi nunca lale ini salah satu contohnya ialah Kopi pait khas Lembah Colol” ujar seorang bapak saat diwawancarai sahabat seperjalanan saya menjelang keberangkatan pulang kami sore itu.
Terimakasih Lembah Colol. Di sana kami menikmati manisnya Kopi Pahit.
Penulis merupakan mahasiswa asal Manggarai Timur yang tengah menempuh studi hukum di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang