Badan Geologi Kementrian ESDM RI peringatkan warga dua kampung di desa Benteng Riwu, kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur untuk mencari lokasi baru dan mengosongkan kampung Kengkel dan Nawang menyusul bencana tanah bergerak.
[Congkasae.com/Kereba] Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi peringatan kepada warga desa Benteng Riwu, kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur akan adanya potensi gerakan tanah susulan yang berisiko tinggi dan mengancam keselamatan warga dan merusak infrastruktur vital.
Peringatan itu disampaikan Kepala Badan Geologi kementrian ESDM Muhamad Wafid di Jakarta, Minggu 18 Mei 2025.
"Gerakan tanah masih berpotensi berkembang, terutama jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan durasi lama," kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam keterangan resminya terkait bencana retakan tanah yang terjadi di desa Benteng Riwu, kabupaten Manggarai Timur, Minggu 18 Mei 2025.
Menurut Wafid peringatan itu dikeluarkan setelah hasil pemeriksaan tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi pada 5–7 Mei, di Desa Benteng Riwu, yang mencakup Kampung Nawang dan Kampung Kengkel.
Gerakan tanah berupa rayapan disertai retakan memanjang tersebut berdampak langsung terhadap 18 kepala keluarga (KK), sementara 72 KK lainnya berada dalam zona rawan dan harus dievakuasi.
Sebanyak 12 rumah mengalami keretakan dinding, jalan desa terancam putus akibat rekahan yang memotong badan jalan, serta lahan persawahan dan perkebunan warga mengalami kerusakan.
"Aktivitas warga terutama di sawah dan dekat lokasi bencana harus sangat berhati-hati. Jika retakan terus berkembang, warga terdampak perlu segera mengungsi dan direlokasi," ujarnya.
Berdasarkan pengamatan para ahli geologi, lokasi bencana berada di lereng perbukitan curam dengan tanah hasil pelapukan batuan andesit yang mudah jenuh air dan rawan longsor.
"Sistem drainase yang tidak tertata memperparah risiko, karena air hujan meresap ke dalam tanah dan memicu pelemahan struktur lereng,"ujar Wafid.
Gerakan tanah pertama kali dilaporkan terjadi sejak 15 Januari 2024. Namun, retakan baru dengan panjang antara 2–10 meter dan lebar 3–10 centimeter masih terus berkembang hingga Mei.
Di beberapa titik, rumah warga bahkan mengalami kemiringan struktur mencapai 15 derajat.
"Longsoran di Kampung Nawang dan Kampung Kengkel cenderung mengarah ke lembah sungai di bagian barat. Jejak rayapan ditemukan pada tebing bagian atas dan bawah, serta memotong jalan desa," kata dia.
Badan Geologi mengklasifikasikan wilayah terdampak masuk dalam zona potensi gerakan tanah menengah, artinya lebih dari 30 persen kawasan berisiko terdampak apabila terjadi hujan lebat atau guncangan gempa.
Untuk mitigasi jangka pendek, warga diminta menutup retakan dengan tanah liat yang dipadatkan, membenahi drainase dengan saluran kedap air, dan menanam vegetasi berakar kuat seperti bambu, vetiver, jati, dan mahoni di lereng-lereng curam.
"Lokasi terdampak sebaiknya tidak lagi dijadikan kawasan permukiman dan difungsikan sebagai zona resapan air. Pemerintah daerah perlu merancang penataan ruang dan relokasi warga secara bertahap," kata Wafid.
Sebelumnya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Manggarai Timur Petrus Subin mengatakan bencana tanah bergerak yang terjadi di kampung Kengkel desa Benteng Riwu pada pertengahan Februari 2025 silam telah ditangani pemerintah daerah.
Petrus mengatakan total ada 72 unit rumah yang terdampak bencana tanah bergerak di dua lokasi berbeda di Manggarai Timur yakni di Desa Benteng Riwu, kecamatan Borong dan desa Paang Leleng kecamatan Kota Komba Utara.
Ia mengatakan pemerintah daerah Manggarai Timur telah mengucurkan bantuan relokasi warga yang paling berdampak untuk membuat hunian baru sementara di tempat yang lebih aman.
"Dari 72 rumah itu baru 18 rumah yang diberikan bantuan dana darurat dari pemkab sebesar 10,5 juta rupiah untuk satu unit rumah,"kata Petrus Subin.