[Congkasae.com/Plitik] Kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati Manggarai dari nomor urut 1 Maksi Ngkeros-Ronald Susilo (Maksi-Ronal) di kampung Rampasasa Desa Mulu, Kecamatan Wae Rii pada 7 Oktober 2024 lalu rupanya berbuntut panjang.
Pasalnya dalam rekaman video yang beredar luas di jagat maya cabup Maksi Ngkeros disebut-sebut mengarahkan para pemilih untuk tidak memilih Hery Nabit dalam pilkada 27 November mendatang.
"Ende ema agu sanggen taung ase ka,e puung ce mai hoon lite pande dian Manggarai agu neka teing can suara latangt hia HN,"ujar Maksi Ngkeros calon Bupati Manggarai di hadapan peserta kampanye di kampung Rampasasa pada 7 Oktober 2024.
Menurut Maksi, Bupati Manggarai Herybertus G.L. Nabit itu sudah menghancurkan Manggarai.
"Ai hia HN poli pande hancurn Manggarai hoo,"sambung Maksi.
Video pendek itu sontak menuai reaksi dari para pendukung pasangan calon Hery Nabit-Fabianus Abu.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Peneliti Pengkaji Demokrasi Masyarakat (LPPDM) Marsel Nagus Ahang melayangkan laporan atas dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Maksi Ngkeros ke unit Gakkumdu Manggarai.
Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Gakkumdu Manggarai dengan memanggil Maksi Ngkeros untuk dimintai klarifikasi perihal laporan Marsel Ahang.
Selain memanggil Maksi Ngkeros Gakkumdu Manggarai juga telah memanggil calon bupati Manggarai Hery Nabit untuk dimintai keterangan.
Usai diperiksa Hery Nabit merasa dirugikan atas dugaan kampanye hitam yang dilakukan oleh lawan politiknya Maksi Ngkeros dalam kegiatan kampanye di kampung Rampasasa 7 Oktober 2024.
Hery meminta agar kasus dugaan pelanggaran pemilu ini diusut secara tuntas agar kasusnya menjadi terang benderang.
Usai meminta keterangan kepada kedua belah pihak Gakkumdu Manggarai menaikkan status laporan Marsel Ahang ini ke tahapan penyidikan.
Hal tersebut terbukti dengan adanya laporan ke unit Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Manggarai perihal kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan paslon Maksi-Ronal.
Menurut informasi yang beredar, Maksi Ngkeros akan kembali diperiksa tim penyidik pada Senin 28 Oktober 2024.
Menanggapi hal tersebut tim hukum pasangan Maksi Ngkeros-Ronald Susilo mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Gakkumdu Manggarai sebagai sebuah tindakan terburu-buru.
"Perubahan status pemeriksaan klarifikasi terhadap laporan (Marsel Ahang) terkesan sangat prematur,"kata Melkior Judiwan Sekjen tim hukum paslon Maksi-Ronal dalam keterangan pers Jumat (25/10/2024).
Melkior merasa titik penekanan dalam materi perkara yang diajukan tim penyidik ketika memeriksa Maksi Ngkeros hanya berfokus pada dua frasa yakni pada pernyataan Maksi Ngkeros yang viral di media sosial ketika melakukan orasi politik di hadapan pendukungnya di gendang Rampasasa pada 7 Oktober silam.
Adapun dua frasa itu menurut Melkior adalah pernyataan Maksi Ngkeros di hadapan pendukungnya ketika berorasi sebagai berikut.
"Ende ema agu sanggen taung ase ka,e puung ce mai hoon lite pande dian Manggarai agu neka teing can suara latangt hia HN," dan frasa yang kedua yakni "Ai hia HN poli pande hancurn Manggarai hoo".
Menurut Melkior dua frasa itu tak bisa dipenggal-penggal dalam proses penafsirannya lantaran masih terdapat kalimat pendahulu yang menjelaskan konteks dua frasa tersebut.
Ia menjelaskan sebelum berorasi, Maksi Ngkeros diterima secara adat dalam rumah gendang Rampasasa pada 7 Oktober silam.
Dalam rumah gendang itu para tokoh masyarakat dan tokoh adat bercerita kepada Maksi Ngkeros soal kegiatan kampanye yang dilakukan oleh Hery Nabit pada pilkada 2020 silam di rumah gendang itu dan menjanjikan bantuan untuk merehap rumah gendang itu namun hingga kini janji itu tak pernah terealisasi.
Menurut Melkior, kliennya Maksi Ngkeros berbicara dalam konteks merespons keluhan masyarakat gendang Rampasasa yang mengaku telah dibohongi oleh Hery Nabit.
Sementara dalam frasa kedua yakni Hery Nabit yang dinilai telah menghancurkan Manggarai, Melkior berkilah pernyataan tersebut menjelaskan sejumlah janji kampanye pilkada 2020 dari Hery Nabit yang hingga kini belum terealisasi seperti janji politik tambahan penghasilan (Tamsil) kepada pekerja honorer, kisruh pemecatan 249 nakes non ASN, tata klola pemerintahan yang kurang baik terutama soal pembebastugasan para tenaga eselon yang berujung pada gugatan ke PTUN.
Melkior berkesimpulan bahwa unsur penghasutan dan mengadudomba seperti yang disengketakan Marsel Ahang dalam laporannya menjadi tidak terpenuhi.
"Bahwa berdasarkan uraian fakta hukum tersebut maka hemat kami unsur Perbuatan Melawan Hukum dari laporan tersebut menjadi tidak terpenuhi,"kata Melkior.
Ia mengatakan kliennya tak pernah bermaksud melakukan penghasutan apalagi penghinaan terhadap rival politiknya Hery Nabit secara pribadi.
Pakar Hukum Pidana Universitas Tamajagakarsa Jakarta Dr. Edi Hardum, SH, MH menilai kisruh kampanye yang dilakukan Maksi Ngkeros ini sebagai sebuah bentuk kampanye negatif bukan kampanye hitam.
"Kampanye negatif sah-sah saja dalam berpolitik,"kata Edi ketika dimintai pendapat soal kasus ini pada Jumat (25/10/2024) malam.
Ia menafsirkan frasa 'Menghancurkan Manggarai' dalam konteks tersebut tak dapat dimaknai sebagai denotatif maupun asosiatif.
Beberapa hal yang dapat dijadikan alasan menghancurkan Manggarai tersebut, lanjut Edi, dapat dilihat dari beberapa kebijakan Hery Nabit terutama soal kisruh puluhan ASN yang dibebastugaskan hingga akhirnya para pejabat setingkat eselon itu menang perkara di tingkat PTUN.
Selain itu, lanjut Edi, dalam perekrutan para aparat desa di wilayah kecamatan Reok Barat yang dinilainya sarat akan tindakan nepotisme namun tak ditanggapi bupati Hery Nabit.
Pernyataan Edi ini sejalan dengan pernyataan tim kuasa hukum pasangan Maksi-Ronal yang meminta penyidik tak menafsirkan frasa "menghancurkan Manggarai" secara terpisah.
Sekretaris tim hukum pasangan calon Maksi-Ronal Melkior Judiwan meminta para penyidik untuk melakukan penafsiran frasa ini secara utuh tanpa dipenggal-penggal.
Hal tersebut, kata Melkior dilakukan untuk menghindari potensi salah tafsir dalam kasus hukum yang menjerat Maksi Ngkeros itu.
Di sisi lain pakar hukum Edi Hardum melihat tak ada peraturan setingkat undang-undang sekalipun yang mengatur soal sanksi bagi pelanggar tata cara berkampanye.
"Baik di UU No 10 tahun 2016 maupun Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2024, tak ada pasal yang mengatur sanksi administratif maupun sanksi pidana bagi yang melanggar, apalagi soal kampanye hitam,"ujar Edi.
Edi menilai dari semua peraturan perundang-undangan soal kepemiluan termasuk peraturan KPU masalah yang disengketakan Marsel Ahang dan menyeret Maksi Ngkeros tak memenuhi unsur perbuatan melanggar hukum.
"Kalau pasal penghinaan juga tidak masuk, karena tindakan Hery Nabit yang salah selama ini kita harus kritisi dan ingatkan masyarakat untuk jangan memilih orang yang salah,"ujar Edi.
Jika Gakkumdu Manggarai menggunakan pasal KUHAP dalam penanganan laporan dugaan kampanye hitam yang dilakukan oleh Maksi Ngkeros menurut Edi harusnya memiliki dua alat bukti yang cukup.
Ia meragukan alat bukti yang dipakai untuk menjerat Maksi dalam kasus ini,"apa ya alat bukti mereka, apakah mereka sudah meminta pendapat para ahli pidana soal pernyataan ini?"tanya Edi.
Ia menyayangkan kasus laporan ini naik level ke tingkat penyidikan menurut Edi polisi harusnya jeli melihat delik aduan yang dilayangkan pelapor untuk mengindari kesan adanya kasus pesanan.