[Congkasae.com/Kereba] Serangan virus mematikan rabies terhadap YMS bocah kelas IV SD di desa Sipi, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur menuai perhatian publik lantaran keteledoran orang tuanya sendiri yang enggan melakukan vaksinasi pada putrinya meski digigit anjing peliharaan mereka pada 14 Agustus lalu.
Kasus tersebut baru teridentifikasi tim medis di puskesmas Mamba setelah orang tua korban mengantarkan putri mereka ke puskesmas lantaran mengeluh sakit.
Kepala dinas kesehatan kabupaten Manggarai Timur dr Surip Tintin mengatakan YMS dibawa ke puskesmas Mamba di Elar Selatan dalam kondisi korban menunjukan gejala rabies mayor dimana korban kejang-kejang, susah menelan makanan, dan takut dengan cahaya dan air.
Oleh petugas Puskesmas Mamba, korban langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Borong untuk penanganan lebih lanjut.
Meski demikian dokter tak dapat berbuat banyak lantaran kondisi kesehatan YMS yang kian memburuk.
Ia menghembuskan napas terakhirnya pada Senin 14 Oktober 2024 di RSUD Borong, Manggarai Timur.
Kasus gigitan anjing rabies di kabupaten Manggarai Timur tercatat sudah menyentuh angka 1.188 gigitan sepanjang tahun 2024.
"Dengan kondisi satu orang korban meninggal dunia,"kata kepala dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur dr Surip.
Korban Bertambah, Penanganan Tak Tuntas
Kekhawatiran akan adanya potensi wabah rabies meluas di wilayah kabupaten Manggarai Timur muncul setelah beredarnya video berdurasi pendek yang memperlihatkan kondisi korban YMS yang mengalami kejang-kejang lantaran virus rabies yang menggerogoti tubuhnya.
Video yang memperlihatkan kondisi bocah malang itu berusaha menelan makanan dan air yang diberikan orang tuanya namun terlihat kesakitan menjadi viral di media sosial khususnya facebook.
YMS Bocah kelas IV SD korban gigitan anjing rabies di Manggarai Timur |
Dalam penelusuran media ini insiden kematian bocah di kecamatan Elar Selatan itu memaksa beberapa desa di wilayah sekitar mengambil langkah preventif dengan mulai mengeluarkan kebijakan perihal penertiban anjing.
Sedikitnya dua desa di wilayah kecamatan Kota Komba Utara yakni desa Rana Mbata dan desa Rana Mbeling mengambil tindakan pencegahan dengan mengeluarkan himbauan kepada masyarakat untuk menertibkan anjing warga.
Sementara kepada warga yang membandel akan langsung diambil tindakan tegas terukur berupa proses eliminasi di tempat terhadap hewan peliharaan anjing yang berkeliaran bebas.
Di sisi lain epidemiolog bidang mikrobilogi- epydemiology lulusan university Murdoc Western Australia drh. Maria Geong Ph.D dalam wawancara dengan congkasae.com Selasa mengatakan belum beranjaknya wabah rabies dari kabupaten Manggarai Timur lantaran penanganan yang belum tuntas dari pemerintah setempat.
"Ada 3 hal penting jika kita mau basmi wabah rabies itu secara total, pertama tindakan prefentif atau pencegahan, kedua penanganan kasus setelah ada kasus gigitan, dan vaksinasi massal terhadap hewan penular rabies, termasuk sosialaisasi kepada warga,"kata pakar epidemiolog drh Maria Geong, Ph.D dalam wawancara dengan congkasae.com Selasa (16/10/2024).
Ia mengatakan berdasarkan aturannya vaksinasi terhadap hewan penular rabies itu dilakukan dengan cakupan di atas 70% dari total populasi dengan perlakuan dua kali vaksinasi selama setahun.
"Yang saya pertanyakan sekarang bagaimana dengan aturan vaksinasi HPR ini apakah sudah dijalankan pemkab Matim atau belum,"tanya Maria.
Ia menyayangkan kematian korban akibat kasus gigitan anjing rabies di Manggarai Timur yang disebutnya sebuah kekonyolan.
"Ini konyol sebetulnya, rabies itu bisa diatasi yang penting punya kemauan dari pemerintahnya, "terang Maria.
Selain cakupan vaksinasi kata Maria, hal lain yang sangat penting dilakukan untuk memberantas wabah rabies di Manggarai Timur saat ini adalah dengan melakukan penanganan kasus gigitan secara benar dan tuntas.
Pakar Epidemiolog drh Maria Geong Ph.D |
"Kita di pulau Flores ini sebetulnya masuk daerah endemi rabies, karena itu setiap kasus gigitan anjing wajib dicurigai sebagai kasus gigitan anjing rabies, ini penting demi keselamatan korban, sehingga penanganannya harus berdasarkan SOP kasus rabies,"papar Maria.
Sementara itu pemerintah kabupaten Manggarai Timur melalui dinas kesehatan telah membentuk pusat penanganan pasien rabies alias rabies center di seluruh puskesmas di kabupaten Manggarai Timur.
Kepala dinas kesehatan kabupaten Manggarai Timur dr Surip Tintin mengatakan rabies center itu dibentuk demi proses penanganan pasien gigitan anjing rabies agar menjadi lebih cepat.
Meski demikian dr Surip menyayangkan kasus kematian bocah SD asal desa Sipi kecamatan Elar Selatan yang disebutnya dipicu oleh lambannya informasi yang diperoleh petugas puskesmas Mamba untuk penanganan pasien ketika digigit anjing pada 14 Agustus lalu.
"Sayang untuk kasus di puskesmas Mamba ini terlambat diketahui oleh petugas,"kata Surip Tintin.
Ia mengakui tim dari puskesmas gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya rabies ini namun rupanya belum menuai hasil yang baik.
Pakar Epidemiolog Tekankan Penanganan Secara Tuntas
Menanggapi hal tersebut pakar epidemiologi Maria Geong mengatakan sebenarnya tak ada obat untuk kesembuhan pasien yang sudah terpapar virus rabies.
Yang paling diutamakan adalah bagaimana agar antibodi dalam tubuh kita bisa melawan virus rabies itu hal tersbut kata Maria, dilakukan dengan cara vaksinasi pada hewan penular rabies maupun pada manusia.
Ia mengatakan jika fokus utama penanganan kasus ada pada hilir yakni bagaimana proses penanganan pasien dengan kasus gigitan anjing rabies maka sulit rasanya daerah itu bisa bebas dari wabah rabies.
"Karena tiga komponan yang utama yakni vaksinasi HPR, penanganan pasien yang terkena gigitan dan sosialisasi terkait bahaya rabies itu satu ke satuan, ini tidak bisa dipisah apalagi ditangani dengan metode parsial,"ujar Maria Geong.
Ia menyarankan pemerintah melakukan mekanisme blanket Immunization yakni sebuah metodologi penanganan kasus wabah dengan melakukan vaksinasi massal terhadap HPR dengan porsi di atas 70% HPR yang tervaksinasi dan dilakukan secara serentak untuk menekan laju penyebaran virus.
"Dan itu dilakukan secara serentak, di wilayah Manggarai Timur, jangan dilakukan secara parsial berdasarkan kecamatan mana yang kasus itu diutamakan sementara kecamatan lain tidak dilakukan vaksinasi itu sama dengan nihil,"ujar Maria.
Sebelumnya pada tahun lalu pemerintah kabupaten Manggarai Timur menggunakan mekanisme vaksinasi HPR dengan pendekatan parsial, dimana wilayah kecamatan dengan kasus gigitan anjing paling banyak yang diutamakan dilakukannya vaksinasi.
Selain itu pemerintah juga melakukan pendekatan eliminasi HPR untuk menekan angka kasus gigitan anjing rabies di kabupaten itu.
Selain itu pada bulan Mei tahun 2024 pemerintah baru melakukan vaksinasi massal terhadap 2.500 ekor anjing yang tersebar di lima kecamatan di kabupaten Manggarai Timur.
Kepala dinas peternakan kabupaten Manggarai Timur melalui bidang kesehatan hewan (Keswan) Rofinus Gurundu mengatakan lima kecamatan yang melakukan proses vaksinasi anjing itu meliputi kecamatan Borong, Kota Komba, Sambirampas, Lamba Leda dan Rana Mese.
Sementara di kecamatan lain hingga kini belum dilakukan vaksinasi anti rabies terhadap ternak hewan penular rabies khususnya anjing.
"Itu dilakukan karena di lima kecamatan itu sudah ada kasus gigitan anjing rabies,"ujar Rofinus Gurundu.
Ia mengatakan 2.500 dosis vaksin anti rabies itu merupakan hasil bantuan dari pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur.
Angka 2,500 anjing yang sudah dilakukan vaksinasi tersebut tentu saja sangat jauh dari kriteria 70% lebih anjing yang harusnya divaksinasi.
Pasalnya berdasarkan data pemerintah kabupaten Manggarai Timur populasi anjing di kabupaten tersebut di tahun 2023 sudah mencapai 40.000 ekor.
Pendekatan yang dipilih pemerintah Manggarai Timur tersebut dikritik Maria Geong lantaran disebutnya kurang efektif menyelesaikan kasus rabies secara tuntas.
"Karena sifat anjing itu ketika terpapar virus rabies dia akan meninggalkan rumah pergi mengembara ke tempat baru dan ini sangat berpotensi menyebarkan virus itu ke wilayah lain,"ujar Maria.
Selain itu Maria menyoroti pendekatan eliminasi anjing yang diambil pemerintah yang disebutnya kurang efektif.
"Eliminasi itu terbukti kurang efektif itu terbukti dari kasus-kasus penanganan rabies di tahun sebelumnya, ketika petugas eliminasi datang anjing-anjing dibawa ke kebun oleh pemiliknya, ketika petugas pulang anjing kembali berkeliaran, tanpa adanya vaksinasi ini juga tidak efektif,"katanya.
Selain itu Maria menyoroti dari sisi kultur kita orang Flores dan Manggarai khususnya yang memiliki kedekatan tersendiri dengan anjing.
"Anjing itu dekat dengan kita orang Flores, bahkan dijadikan sebagai daging untuk konsumsi, itulah yang menimbulkan adanya protektif dari pemiliknya ketika hendak menggelar eliminasi masal,"ujarnya.
Ia menekankan pemerintah harusnya gencar melakukan sosialisasi tentang bahaya rabies di mimbar-mimbar gereja dan masjid.
Hal tersebut kata Maria dilakukan untuk membangun kesadaran masyarakat soal rabies,"termasuk penanganan pertama pasca kasus gigitan,"ujarnya.
Tanpa adanya penanganan kasus yang komprehensif melibatkan tiga unsur utama yakni vaksinasi, penanganan kasus gigitan dan sosialisasi kepada masyarakat maka rabies akan terus bercokol di kabupaten itu.