Jurnalis Obor Timur Gordi Jamat yang merasa diancam setelah Narasumber yang dihubunginya Nik Deki untuk pemberitaan kisruh antara Yayasan STIE Karya dengan salah seorang dosennya Lucius Moa merasa dirugikan dengan diksi "kebohongan" yang digunakan pada tajuk utama pemberitaan media itu.
[Congkasae.com/Kereba] Kisruh pemberitaan media online Obor Timur yang menyebut bahwa Nik Deki yang merupakan perwakilan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Karya Ruteng yang tengah bersengketa dengan salah seorang dosen bernama Lucius Moa berbutntut panjang setelah Nik Deki merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut.
Dalam berita yang diterbitkan media Obortimur edisi Senin 9 Juni 2025 itu redaksi menyematkan judul "Bongkar Kebohongan Nik Deki! Fakta Tersembunyi Sengketa Dosen STIE Karya Ruteng".
Berita tersebut menjelaskan klaim pihak yayasan STIE Karya Ruteng atas pemberhentian salah seorang dosen bernama Lucius Moa terjadi lantaran Lucius berhari-hari tak masuk kantor lantaran mengikuti seleksi CPNS yang berbuntut pada sanksi yang dijatuhkan pihak kampus.
Akan tetapi narasumber yang dihubungi media tersebut yakni Nik Deki merasa keberatan dengan judul pemberitaan yang menuding jika Nik berbohong dan disematkan pada judul berita.
Alhasil Nik Deki pun langsung menghubungi jurnalis media tersebut untuk menyampaikan keberatan Nik atas berita yang terbit di media tersebut.
"Tabe Ade, saya baca berita ase hari ini. Bagian mana dari pernyataan saya yang pantas ase sebut kebohongan? Saya minta kita ketemu untuk klarifikasi," tulis Nik Deki dalam pesan singkatnya kepada jurnalis Obor Timur Gordi Jamat Senin 9 Juni 2025.
Nik Deki merasa dirugikan dengan judul pada berita tersebut yang dinilainya sangat tendensius dan merugikan ia pribadi serta institusi yang diwakilinya.
"Saya lihat ase punya berita itu sangat merugikan kami, saya, keluarga saya, dan institusi yang saya wakili," ujar Nik Deki.
"Kita perlu bertemu. Kalau Ase tidak mau bertemu, kami yang pergi cari kraeng," ungkap Nik Deki.
Gordianus Jamat jurnalis media Obor Timur merasa jika pihak Nik Deki telah melakukan pengancaman yang membahayakan keselamatannya.
"Dia awalnya minta ketemu, lalu mengancam akan mencari saya bersama keluarganya," ujar Gordi dalam pernyataan yang dipublikasikan media obortimur Senin 9 Juni 2025.
Karena merasa terancam, Gordi lantas tak meladeni permintaan pertemuan yang dimintai Nik Deki setelah pihak Nik berniat akan mencari Gordi.
Diksi "Mencari" yang diutarakan Nik Deki untuk Gordi itu dinilai bernuansa mengancam yang menimbulkan efek ketakutan pada Gordi.
Meski demikian Nik Deki membantah telah melakukan pengancaman terhadap Jurnalis Obor Timur Gordi Jamat.
Menurut Nik Deki diksi tersebut sama sekali tak bermaksud mengancam Gordi Jamat,"Tidak ada maksud mengancam. Saya hanya minta ketemu. Dia bilang siap, tapi saya tunggu-tunggu tidak datang. Saya bilang, kalau tidak mau ketemu, kami yang pergi cari ite," ujar Nik Deki.
Atas dasar itu Nik pun mencoba menghubungi redaksi media tersebut yang dijawab Adrianus Jaya dan menyampaikan keberatannya dengan berita yang terbit di media tersebut.
Nik juga meminta agar dilakukan pertemuan antara dirinya dengan jurnalis yang menghubunginya untuk kasus yang tengah ditanganinya itu.
Akan tetapi pemimpin redaksi media tersebut menyanggupi permintaan pertemuan dengan Nik akan tetapi pertemuan tersebut berlangsung di kantor polisi.
Pertemuan pun digelar di polres Manggarai pada Selasa 10 Juni 2025 pukul 8;00 Wita dimana pertemuan keduanya dimediasi oleh penyidik kepolisian resort Manggarai.
Dalam kesempatan tersebut Nik Deki tetap mempersoalkan diksi "kebohongan" yang dipakai redaksi Obor Timur dalam pemberitaan mereka di edisi Senin 9 Juni 2025.
Akan tetapi pemimpin redaksi Obor Timur menjelaskan bahwa kata itu keluar dari mulut narasumber lain atas nama Lucius Moa yang juga dihubungi media tersebut dalam kasus yang tengah diberitakan media itu.
“Kami tidak menempatkan judul secara asal, itu adalah pernyataan narasumber kami Lusian Moa,” jelas Ady Jaya.
Nik Deki pun menyarankan agar judul berita itu diubah menjadi "Pendapat Lucian atau Menurut Lucian".
Menanggapi saran dari Nik Deki itu pemimpin redaksi Obor Timur mengaku menerima keberatan tersebut akan tetapi akan segera melakukan rapat redaksi untuk memutuskan perubahan tersebut.
“Keberatan kami terima dan untuk melakukan perubahan kami akan membuat sidang redaksi. Hasilnya akan kami kabari,”janjinya.
Di sisi lain Jurnalis Obor Timur Gordi Jamat membantah klarifikasi Nik Deki dalam hal ini dan menyebut diksi "mencari" yang diutarakan Nik Deki untuk Gordi bernuansa mengancam.
"Dia bilang, ‘Kita perlu bertemu. Kalau Ase (adik) tidak mau bertemu, kami yang pergi cari kraeng.’ Itu sangat jelas bernuansa tekanan psikologis,” kata Gordi menirukan isi rekaman.
Gordi menilai diksi "Mencari" yang diutarakan Nik Deki untuknya itu menjadi dasar pertimbangannya tak meladeni permintaan pertemuan yang diminta Nik Deki.
“Karena nada menakutkan, itulah saya menolak bertemu. Padahal saya terbuka untuk klarifikasi berita,” lanjut Gordi.
Peraturan Dewan Pers Tentang Mekanisme Hak Jawab
Dalam peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab disebutkan bahwa Hak Jawab merupakan hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang memublikasikan.
Hak Jawab berasaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, dan profesionalitas. Pers wajib melayani setiap Hak Jawab yang diajukan pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam sebuah pemberitaan.
Adapun fungsi Hak Jawab adalah Memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat, Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers, Mencegah atau mengurangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan pers, serta sebagai bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers.
"Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan. Hak Jawab diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan, dengan tembusan ke Dewan Pers,"bunyi peraturan dewan pers dikutip Selasa 10 Juni 2025.
Dalam hal kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak Jawab diajukan oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai statuta organisasi, atau badan hukum bersangkutan.
"Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara tertulis (termasuk digital) dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri,"tulis dewan pers dalam peraturan tersebut.
Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung, serta pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya.
"Dalam hal terdapat kekeliruan dan ketidakakuratan fakta yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers wajib meminta maaf,"tulis dewan pers dalam peraturannya.
Pers berhak menyunting Hak Jawab sesuai dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya jurnalistik, namun tidak boleh mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
Pers Juga Berhak Menolak Hak Jawab
Dalam peraturan dewan pers tersebut dituliskan bahwa Pers dapat menolak hak jawab yang diajukan pihak terkait dengan beberapa pertimbangan yang mendasar.
Adapun dasar pertimbangan tersebut diantaranya Panjang/durasi/jumlah karakter materi Hak Jawab melebihi pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan.
"Memuat fakta yang tidak terkait dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dipersoalkan, Pemuatannya dapat menimbulkan pelanggaran hukum, dan Bertentangan dengan kepentingan pihak ketiga yang harus dilindungi secara hukum,"bunyi peraturan dewan pers.
Apa Jadinya Jika Pers Tak Meladeni Hak Jawab?
Dalam kasus pers yang tak meladeni pemuatan hak jawab yang diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan pers maka hal tersebut akan berbuntut pada kasus hukum.
Dalam peraturannya Dewan pers menyebutkan semua mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan media pers di Indonesia diselesaikan lewat dewan Pers.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers yang tidak melayani Hak Jawab selain melanggar Kode Etik Jurnalistik juga dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),"tulis dewan pers dalam peraturan tersebut.