Hingar-bingar musik pesta dan kelap-kelip lampu kema yang kita rasakan hari ini tidak terlepas dari sejarah pesta menggunakan cassete pita, tape recorder, dan lampu petromax dalam pesta masa lampau di Manggarai.
[Congkasae.com/Sosial Budaya] Dentuman musik yang cukup keras mendengung dari dalam kema sementara orang-orang mulai sibuk memasuki kema pesta yang diiringi lagu dan canda tawa para penyambut tamu.
Ya hari itu adalah perayaan pesta nikah salah satu pasangan di wilayah Mbata, Manggarai Timur, sebuah tradisi yang sudah lama terpatri dalam sanubari orang Manggarai.
Apa saja harus pesta, mulai dari acara cear cumpe, sambut baru, ulang tahun, hingga nikahan semuanya pasti dirayakan dalam bentuk pesta.
Akan tetapi pesta saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan pesta pada zaman dulu, hal tersebut diungkap Fransiskus Rapas salah seorang tokoh masyarakat desa Rana Mbata, Kecamatan Kota Komba Utara Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT.
"Pesta yang kita rayakan sekarang ini tidak terlepas dari kultur pesta zaman dulu, hanya saja terjadi perubahan-perubahan mengikuti perkembangan zaman, konteksnya masih tetap sama,"ujar tokoh adat Fransiskus Rapas.
Ia mengatakan budaya pesta memang sangat melekat dalam diri orang Manggarai sejak zaman dulu, hanya saja beberapa penyesuaian dilakukan mengikuti perkembangan zaman.
"Dulu jika orang mengadakan hajatan pesta pernikahan misalnya, maka tuan pestanya harus menyediakan penerangan, sound dan semuanya, jika sekarang penerangan sudah menggunakan listrik PLN, dulu tidak penerangannya menggunakan lampu gas (sebutan untuk lampu petromax),"ujarnya.
Mikael Agung salah seorang penyintas sejarah mengisahkan kondisi perayaan pesta di masa mudanya yang disebutnya sangat khas dengan barang-barang yang saat ini dianggap usang.
Sebut saja tape recorder yang menggunakan baterai ABC yang disambung menggunakan bambu kecil.
"Jadi di masa lampau di meja opreter (sebutan untuk pemandu pesta) dipenuhi dengan cassette pita, lalu baterai ABC yang disambung-sambung menggunakan bambu,"katanya.
Ia mengatakan seorang pemandu pesta alias opreter bertugas untuk memutar musik dengan lagu-lagu pilihan menggunakan tape recorder.
Pertanyaanya adalah penggunaan cassette pita itu masih manual lalu bagaimana cara pemandu untuk memilih lagu yang sesuai?
Jawabannya adalah walkman yakni sebuah tape recorder yang berukuran kecil yang digunakan untuk menyeleksi lagu.
"Di samping opreter itu ada orang khusus yang bertugas untuk menyeleksi lagu, tugasnya dia adalah memilih lagu dengan menggunakan walkman, jadi tugasnya adalah memutar cassette pita lalu dicoba di walkman untuk selanjutnya cassette yang sudah diseleksi akan diputar di tape recorder utama,"ujar Mikael.
Ia mengatakan opreter memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat besar selama perayaan pesta berlangsung.
Pasalnya pesta akan meriah jika opreter menyuguhkan lagu-lagu bagus yang menggugah semangat orang untuk turun berjoget dan berdansa.
Selain sound dan opreter yang sibuk memutar cassette pita dan menyambung baterai ABC, ada juga petugas penerangan pesta yang sibuk menyiapkan lampu gas alias lampu petromax.
Orang-orang ini selalu sibuk menuangkan minyak tanah dan sekali-sekali memompa tangki lampu petromax agar tidak suram apalagi padam.
"Seksi penerangannya selalu membawa pompa lampu gas di saku celana, ketika lampu suram maka petugas langsung memompa tabung dan menambahkan minyak,"ujar Fransiskus Rapas.
Ia mengatakan lampu-lampu petromax itu akan digantung di langit-langit kema hingga pesta berakhir.
Perayaan pesta yang menggunakan lampu petromax dan cassette Pita itu mulai berakhir masa kejayaannya hingga akhir tahun 90an ketika mesin-mesin listrik diesel berbahan bakar Solar mulai digunakan.
Memasuki awal tahun 2000an orang-orang Manggarai mulai menggunakan penerangan listrik yang bersumber dari mesin diesel.
Meski demikian saund nya beberapa masih menggunakan tape recorder dan cassette pita hanya saja jumlah speakernya mulai ditambah kualitas soundnya pun sudah mulai ditingkatkan lantaran sudah menggunakan listrik.
Di masa ini orang mulai menggunakan penerangan listrik dalam perayaan pesta hingga memasuki awal tahun 2000an cassette pita dan tape recorder mulai ditinggalkan dan diganti dengan cassette CD (Compact Disc) pemutarnya pun diganti menggunakan VCD atau DVD.
"Di sini tidak ada lagi ada opreter yang memutar cassete pita di meja opreter,"kata Silvester Lumbang salah seorang penyintas sejarah.
Ia mengatakan tugas opreter di masa ini yakni memegang remote VCD player untuk menyeleksi musik,"jadi jika memilih lagu dilakukan dengan cara menekan tombol remote control, pekerjaan opreter sedikit lebih mudah,"katanya.
Kondisi ini mulai berubah hingga tahun 2007 ke atas semenjak maraknya pengguna ponsel yang sekaligus mengubah cara orang memutar musik.
Di era ini orang dengan mudah memutar lagu-lagu kesukaannya dari ponsel miliknya sebut saja beberapa tipe ponsel yang berjaya di era itu adalah merek Nokia yang dilengkapi fitur pemutar musik, camera dan sebagainya.
"Nah orang sudah mulai meninggalkan DVD atau VCD Player dalam perayaan pesta dan beralih ke ponsel yang terhubung menggunakan cable ke power untuk menaikkan frekuensi audio,"ujar Sil.
Kondisi tersebut, kata Silvester terus digunakan hingga hari ini dengan hadirnya ponsel pintar alias smartphone dengan teknologi layar sentuh seperti saat ini.
Di sisi lain pemasangan listrik PLN hingga ke desa-desa di pelosok Manggarai juga mengubah cara orang Manggarai dalam perayaan pesta.
"Dengan PLN sekrang orang tidak lagi repot memikul mesin diesel untuk penerangan tinggal sambung dari cable PLN di rumah sudah bisa digunakan untuk berpesta,"katanya.
Meski demikian tradisi pesta di Manggarai selalu meninggalkan jejak peradaban yang membekas hingga kapanpun.
Hingar bingar musik pesta yang kita rasakan hari ini tidak terlepas dari cassete pita dan tape recorder serta batre ABC yang disambung menggunakan bambu.
Selain itu kelap-kelip lampu di kema pesta yang kita alami hari ini tidak lepas dari lampu gas alias lampu petromax yang digantung di langit-langit kema masa lampau.