- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Compang Riwu dan Peninggalan Sejarah Suku Terbesar di Manggarai Timur

    congkasae.com | Editor: Antonius Rahu
    29 Januari, 2018, 17:25 WIB Last Updated 2019-12-19T09:46:27Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

    [Congkasae.com/Wisata] Compang Riwu merupakan salah satu situs bersejarah yang terletak di desa Gurung Liwut, kecamatan Borong, kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT.

    Compang Riwu merupakan tempat tinggal suku Riwu, salah satu suku terbesar yang mendiami wilayah itu di masa lalu. Keaslian Compang Riwu hingga kini masih terjaga, karena warga setempat menganggap compang Riwu merupakan salah satu tempat keramat.

    Compang Riwu sendiri berasal dari dua kata, yakni Compang yang berarti mesbah (tempat menaruh sesajen) dan Riwu yang diambil dari nama salah satu suku yang mendiami wilayah itu yakni suku Riwu.

    Uniknya di tempat ini, anda dapat menikmati undakan batu yang tersusun rapih seluas 18 meter dengan tinggi sekitar hampir satu meter, warga  setempat menamainya Compang yang artinya mesbah. Ini merupakan salah satu catatan penting bagi peradaban suku Riwu Manggarai Timur di masa lalu.

    Letaknya yang cukup strategis yakni di atas Golo Riwu, menjadikan Compang Riwu memang layak untuk dijadikan kampung (Beo). Mengingat pada masa itu, nenek moyang orang Manggarai pada umumnya kerap memilih lokasi kampung di atas perbukitan.

    Alasannya hanya satu, yakni warga kampung dapat dengan mudah mengenali musuh, manakalah hendak menyerang mereka.

    Menariknya lagi, di sekeliling Compang (Mesbah) terdapat jalan yang melingar mengelilingi mesbah, jalan ini terbuat dari batu-batu yang tersusun rapih dengan lebar antara 160 cm hingga 3 meter dengan panjang sekitar 104 meter. Warga setempat menyebutnya dengan istilah "Like".

    Selain itu, jarak dari jalan atau Like ke pusat mesbah (Compang) sekitar 13 meter. Menariknya, dibagian timur tak jauh dari mesbah (Compang Riwu) terdapat sebuah peninggalan yang cukup penting.

    Peninggalan dimaksud berupa undakan batu seukuran 250 meter persegi, yang tersusun rapih menyerupai benteng. Konon katanya undakan batu tersebut dulunya merupakan benteng pertahanan suku Riwu.

    Di benteng ini, menjadi pusat utama kekuatan suku Riwu kala itu. Menurut warga setempat, konon katanya benteng ini dibangun pada sekitar abad ke 20 SM. Benteng ini dibuat untuk mempertahankan diri dari serangan Belanda dan serangan suku-suku lain.

    Jika diamati dari letaknya, benteng Riwu memang sangat strategis, mengingat letaknya yang berada di atas perbukitan yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal. Selain itu, tak jauh dari Compang Riwu juga terdapat dua mata air yang keluar dari bebatuan cadas.

    Mata air ini merupakan sumber utama air minum nenek moyang suku Riwu kala itu, keberadaan air minum ini pulah yang menjadikan Compang Riwu layak dijadikan kampung alias Beo kala itu.

    Air minum yang keluar dari bebatuan cadas itu sangat segar untuk diminum. Uniknya, air tersebut tidak pernah mengering bahkan ketika musim kemarau sekalipun. Salah satu mata air tersebut dinamakan Wae Samo Lime (Air untuk mencuci tangan).

    Penamaan ini diberikan berdasarkan kegunaan dari mata air tersebut. Konon katanya, jika penduduk kampung pulang berperang atau menguburkan orang meninggal, mereka harus membersihkan tangan dengan menggunakan air ini.

    Karena kegunaan itulah mereka menamai mata air tersebut dengan istilah Wae Samo Lime unik bukan? Berada di asta bukit ini serasa di alam lain, ya... pasalnya suasananya yang sangat alami ditambah dengan banyaknya benda-benda peninggalan bersejarah serta udaranya yang sejuk menjadikan anda enggan meninggalkan tempat ini.

    Selain itu, dari puncak bukit, anda dapat melihat keindahan kota Borong, dan barisan sawah petani yang sedap dipandang mata.

    Jika hendak berkunjung ke situs Compang Riwu sebenarnya cukup mudah. Anda dapat memulai perjalanan anda dari Ruteng atau dari Borong.

    Jika dari Ruteng, anda dapat memilih jalur Bea Laing ketika sampai di pertigaan Mano. Anda akan masuk ke jalur Benteng Jawa, sesampainya di pertigaan hutan Bangga Rangga, anda dapat memilih jalur menuju kampung Waling.

    Terus ke arah kampung Riwu, dengan perjalanan sekitar 2,5 jam. Saat ini kondisi jalannya cukup mulus, jadi anda tidak akan kesulitan jika memilih jalur ini.

    Akan tetapi jika anda memilih jalur dari arah Borong, anda dapat memilih jalur ke arah peot, terus ke arah utara sampai di kampung Rehes, selanjutnya pilih ke arah Rentung dan Lumu Lelak.

    Sayangnya medan yang dilalui jalur ini cukup ekstrim dan menantang, pasalnya anda akan menikmati perjalanan mulus sampai di Rentung.

    Sisahnya, perjalanan anda akan dibayang-bayangi oleh jalan bebatuan yang cukup menyulitkan anda. Jadi untuk keamanan anda, disarankan melalui jalur kampung Waling.

    Jika menhgunjungi daerah ini, anda juga akan diterima dengan ramah oleh warga setempat. Jika anda letih atau kehausan, jangan sungkan-sungkan untuk memintah ke warga kampung.

    Anda akan diterima dan diperlakukan istimewah, sesuai dengan adat dan budaya orang Manggarai Timur pada umumnya.

    Orang Manggarai Timur meyakini, semakin banyak tamu (Meka) yang bertandang ke suatu rumah, maka semakin banyak rejeki yang diterimah oleh pemilik rumah itu.

    Selain itu, warga setempat juga meyakini ukuran atau parameter kebaikan dan kemurahab hati pemilik rumah dapat dilihat dari jumlah meka atau tamu yang bertandang ke rumahnya.

    Semakin banyak meka, maka semakin baik pemilik rumah itu. Jadi bagi anda jangan pernah sungkan dengan penduduk setempat, jika hendak mengunjungi situs Compang Riwu.
    Komentar

    Tampilkan

    Viral