10 orang anggota DPRD Manggarai Barat yang melakukan kunjungan kerja fiktif dan menimbulkan kerugian negara sebesar 256 juta rupiah sesuai temuan BPK akhirnya seluruh dana itu dikembalikan ke kas negara.
[Congkasae.com/Kereba] Sebanyak 10 orang anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT diduga melakukan kegiatan kunjungan kerja (Kunker) fiktif pada tahun 2022 silam.
Hal tersebut diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa kesepuluh orang anggota DPRD tersebut melakukan kegiatan kunjungan kerja Fiktif alias nihil ditambah dengan penggelembungan harga sewa hotel.
Kasus tersebut kini tengah ditangani Kejaksaan Negeri Manggarai Barat,"Ada ketidaksesuaian biaya penginapan dan ada yang tidak melakukan perjalanan dinas," ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Manggarai Barat, Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha, kepada jurnalis detik bali Rabu (25/6/2025).
Adapun 10 anggota dewan yang diduga melakukan perjalan dinas fiktif itu yakni AI, SN, VU, YS, AJ, IP, MJ, DA, MM, dan RJ.
Menurut Agung, Anggota DPRD tersebut telah mengembalikan kelebihan uang pembayaran perjalanan dinas tersebut.
"Pada awalnya uang yang dikembalikan sebesar Rp 251 juta,"katanya.
Meski demikian Agung mengatakan tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Manggarai Barat tak hanya berhenti di situ dan terus melakukan pendalaman.
Tim Pidsus melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait seperti Inspektur Inspektorat Manggarai Barat, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Manggarai Barat, Bendahara Sekwan Manggarai Barat, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Manggarai Barat perihal aliran dana tersebut.
Ia mengatakan seusai melakukan klarifikasi tersebut seluruh uang tersebut telah dikembalikan sepenuhnya ke kas negara.
"Sehingga hasil temuan BPK perihal kelebihan bayar biaya perjalanan dinas tahun anggaran 2022 sudah selesai disetorkan keseluruhan," jelas Agung.
Sebelumnya desakan agar kejaksaan Negeri mengusut tuntas kasus dugaan perjalanan dinas fiktif menyeruak dari sejumlah lembaga swadaya Masyarakat.
Salah satunya datang dari Marsel Nagus Ahang, ketua Lembaga Peneliti Pengkaji Demokrasi Masyarakat (LPPDM).
Ia meminta pengembalian uang yang merupakan hasil temuan BPK oleh sejumlah mantan anggota DPRD Manggarai Barat termasuk anggota DPRD Manggarai Barat aktif itu tidak menghilangkan unsur pidana.
“Pengembalian uang hasil korupsi tidak otomatis menghapus pidananya. Itu bisa menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan berat-ringannya hukuman, tetapi tidak menghapus perbuatan pidananya,” tegas Ahang.
Ahang berujar kasus korupsi merupakan delik formil dimana para pelanggar akan tetap dikenakan sanksi hukum meski ia telah mengembalikan kerugian negara.
Hal tersebut, kata Ahang diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tuntutan pidana terhadap pelaku korupsi.
Ahang meminta kasus tersebut dilanjutkan dengan menetapkan para tersangka untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku lain di masa depan.