- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Ketika Corona Juga Menghentikan Budaya Sida Anak Rona di Manggarai

    congkasae.com | Editor: Antonius Rahu
    08 Mei, 2020, 12:43 WIB Last Updated 2020-05-08T05:43:29Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    Prosesi Torok antara dua juru bicara dalam prosesi adat masuk minta di Manggarai, Foto Adat Budaya Kempo


    ***Catatan Antonius Rahu***

    Corona adalah salah satu topik perbincangan yang tidak pernah habis-habisnya dibicarakan publik, tidak siang, tidak malam, tidak di rumah, di pasar di pondok sawah pun topik utamanya pasti tentang corona.


    Dimana ada dua tiga orang berkumpul pasti topik pembicaraannya tentang corona, wabah ini rupanya sedang bergentayangan di mana-mana, ibarat ilmu sihir Janto yang bisa membunuh orang tanpa kelihatan wujudnya.


    Masih duduk ketawa tiba-tiba dalam sekejap mata sudah meninggal dunia, itulah kekuatan dari ilmu Janto yang hingga kini masih diyakini orang Manggarai pada umumnya.


    Karena keganasannya ini pulah yang jadi alasan corona jadi momok yang menakutkan, keganasannya menimbulkan kepanikan serta kecemasan luar biasa.


    Diskursus ruang publik kini dipenuhi asumsi tanpa bukti, bahkan sebagiannya lagi menyentuh pada level pengambilan kesimpulan yang berujung pada tindakan anarki.


    Selamat datang di zona seleksi alam 2020 zona dimana umat manusia sedang merasa panik memikirkan hal yang paling esensial dalam hidupnya, yakni tentang hidup dan mati.


     Corona dan Seleksi Alam

    Jerapah bisah lolos dari seleksi alam seteah beradaptasi dengan memanjangkan lehernya

    Sejak pertama kali kemunculannya di daratan China, penyakit bernama lengkap Novel Corona Virus ini mungkin tidak terlalu diperhitungkan eksistensinya.


    Saya termasuk orang yang sempat beranggapan bahwa ini hanyalah flu biasa sebagagaimana dua virus sebelumnya flu burung dan virus MERS yang tidak sempat menyebar ke penjuru dunia.


    Namun rupanya hal itu tidak berlaku bagi Covid-19, buktinya hanya butuh sebulan saja virus ini berhasil menyebrangi samudra Atlantik masuk ke daratan Eropa hingga Amerika.


    Begitu pulah dengan Asia yang begitu mudahnya dijajaki virus ini, sementara tetangganya Australia juga belakangan dilaporkan mendapatkan kunjungan covid-19 menyusul ditemukannya pasien terpapar covid-19 di negeri Kanguru itu.


    Di Indonesia sendiri tamu tak diundang dengan julukan Covid-19 itu resmi disambut presiden Jokowi menyusul ditemukannya dua pasien terkonfirmasi positif corona di Depok Jawa Barat.


    Hanya butuh waktu kurang dari 15 hari tamu kehormatan asal negeri tirai bambu itu berhasil mengobrak abrik 34 provinsi di tanah air.


    Angka statistik orang  terpapar virus makin hari semakin bertambah, jumlah pasien terkonfirmasi positif corona kian bertambah laju angka kematian tak mampu dihentikan.


    Kepanikan dan ketakutan mulai terasa dimana-mana setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan pengalihan kegiatan perkantoran, sekolah hingga kampus ke jalur daring.


    Ditambah lagi dengan pemberlakuan aturan larangan mudik dan semua moda transportasi darat, laut dan udara di tanah air semua pikiran mengarah pada satu diktum tentang kematian yang sudah di depan mata.


    Mengacu pada teori evolusi imbas dari sebuah seleksi alam adalah kepunahan spesies di mana manusia masuk dalam kelompok ini.


    Corona adalah seleksi alam dimana manusia sedang diuji dari segala lini, tentang hubungannya dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan, tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan tentang kemampuan beradaptasi dengan ganasnya alam.


    Jika manusia tidak kuat beradaptasi dengan perubahan yang dibawah Corona ini maka cerita punahnya dinosaurus akan terjadi pada spesies manusia.


    Pertanyaanya mampukah kita beradaptasi dengan perubahan yang dibawah corona ini? Jawabanya kembali pada diri kita masing-masing.


    Jika kita taat mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah tentu kita semua akan lulus dari seleksi alam ini sama seperti Jerapah yang terpaksa memanjangkan lehernya meski terlihat tidak cantik lagi hanya untuk  bisa bertahan hidup dalam seleksi alam sebelumnya.


    Tetapi jika tidak maka kita akan mengikuti jejak langkah dinosaurus yang punah ditelan perubahan bernama seleksi alam.


    Corona dan Pergeseran Peradaban Manusia

    Selama ini kita berpandangan bahwa Tuhan hanya ada di Gereja dengan Corona pandangan itu gugur

    Begitu ganasnya bahaya yang dibawah corona sang guru pemberi soal dalam seleksi alam kali ini sampai-sampai perubahan mulai terasa dalam kelompok sosial kemasyarakatan.


    Sedikitnya ada perubahan cara hidup dan cara manusia bersosialisasi usai dihantam pandemic corona ini. Jika sebelumnya manusia dikatakan berdoa jika berada di Gereja, Masjid Kuil dan Pura, namun dengan corona ini anggapan itu mulai hilang.

    Buktinya beberapa kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak orang belakangan ini sudah dialihkan ke rumah, dan dilakukan secara individual.


    Sebut saja perayaan paskah bagi umat katolik dan keristen, ibadah solat tarawih dan idul fitri bagi teman-teman muslim yang terpaksa dilakukan secara sendiri-sendiri dari rumah.


    Corona mengajarkan umat manusia tentang cara pandang Tuhan itu ada di Gereja, di Masjid di Pura itu keliru.


    Corona mengajarkan kita bahwa Tuhan itu ada di dalam hati kita, bait Allah yang dikatakan Tuhan Yesus itu sesungguhnya ada di dalam hati kita masing-masing.


    Kita tidak perlu jauh-jauh mencari Tuhan ke Gereja Dia yang kita sujud dan kita sembah itu sedang bersemayam dalam diri kita.


    Untuk soal nomor satu dalam seleksi alam kali ini rupanya sudah terjawab, mari kita beranjak ke soal nomor dua dalam paket soal seleksi alam yang diberi oleh Corona ini.


    Adalah tentang waktu bersama Keluarga dan memuliakan Tuhan, jika sebelumnya kita terlalu banyak menghabiskan waktu dengan orang lain di luar lingkaran keluarga, maka dengan corona ini kita menjadi lebih banyak berada di rumah.


    Menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta sembari memuliakan Allah, meski mungkin kita baru berdoa hanya karena merasa takut dengan ancaman kematian akibat wabah ini.


    Akan tetapi Tuhan sedang mengajarkan kita betapa berharganya keluarga itu, dengan Corona ini Tuhan sedang  mengajarkan kita tentang arti kebersamaan dalam satu rasa memuji dan memuliakan dia sang empunya kehidupan.


    Corona adalah paket soal seleksi alam yang dikirim Tuhan untuk kita manusia, sesuai dengan namanya seleksi tentu ada yang lulus dan ada yang gagal.


    Yang lulus adalah mereka-mereka yang taat asas, fleksibilitas adalah dasar utama dalam melangkah, sementara mereka yang kakuh dan lamban beradaptasi akan tereliminasi.


    Menyisahkan nama dan batu nisan, itulah kejamnya seleksi alam. Kita harus mencontohi Jerapah yang rela menghilangkan kemolekannya setelah lehernya diperpanjang demi sebuah alasan paling esensial yakni tentang mempertahankan spesies dari kepunahan.


    Corona dan Sida Anak Rona

    Molas Manggarai

    Sida anak rona yang diartikan sebagai kewajiban yang diberikan oleh pihak pemberi istri untuk berpartisipasi dalam sebuah upacara adat di Manggarai tahun ini rupanya untuk pertama kali dalam sejarah juga akan dihentikan sementara waktu.


    Buktinya memasuki pertengahan tahun 2020 ini saya belum pernah mendengar ada keluarga yang menikah, kumpul kope, kelas, dan sederet pesta adat dan tetek bengeknya.


    Corona juga merupakan cara Tuhan mengajarkan kita tentang nilai esensi dari sebuah kehidupan, Corona seolah bercerita bahwa apa yang selama ini kita lakukan itu adalah urusan fana, urusan duniawi.


    Dengan kehadiran Corona kita sedang diberitahu bahwa sesungguhnya pesta adat yang sarat akan hedonis, glamor dan cendrung memaksakan keadaan itu menjadi tidak berarti di mata Tuhan.


    Pesta kenduri alias kelas, kumpul kope, Menika, sida anak rona adalah deretan kegiatan yang bernilai di mata sesama manusia akan tetapi bahkan mungkin tidak berarti di mata Tuhan.


    Karenanya Tuhan bilang ini sebaiknya dihentikan untuk sementara waktu, ya,,,,selama ini kita terlalu sibuk mengejar status sosial di dunia ini.


    Kita lupa bahwa ada Dia sang pemberi kehidupan yang selalu setia mendengar permintaan dan curhatan kita. Mungkin karena itu maka Tuhan memberi Corona ini.


    Akhir kata dari semua tulisan panjang tak bermakna ini mari kita belajar pada Jerapah tentang bagaimana cara dia bisa bertahan hidup dari seleksi alam sebelumnya.


    Mari kita ikuti arahan pemerintah tentang pentingnya menjaga kesehatan, tentang perlunya menyiapkan waktu khsusus bersama Tuhan sang empunya kehidupan.


    Tak bersalaman sementara waktu, menjauhkan diri dari kerumunan, kurangi bepergian, selalu mengenakan masker dan perbanyak doa adalah cara meluputkan diri dari seleksi alam bernama wabah corona ini.


    Mari kita satukan suara selaraskan nada dalam setiap ujud di ruang adorasi masing-masing agar menyudahi wabah ini.


    Sebagaimana DIA yang kita kenal murah hati, panjang sabar, jangan lagi kita bangkitkan amarahNYA dengan membenahi sikap menjalankan perintahNYA serta menjauhi laranganNYA.


    Biar kita luput dari wabah ini sebagaimana bangsa pilihanNYA luput dari amukan amarah NYA seperti dikisahkan Yezhekiel 7 : 1-27. Semoga….!


    Penulis merupakan anak mudah yang suka jalan-jalan saat ini tinggal di Labuan Bajo Flores

     


    Komentar

    Tampilkan

    Viral