- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    21 Desa di Manggarai Timur Terpapar Virus ASF , 468 Ekor Babi Mati Mendadak

    Penulis: Antonius Rahu | Editor:Tim Redaksi
    27 Mei, 2025, 09:24 WIB Last Updated 2025-05-27T02:33:41Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1
    21 Desa di Manggarai Timur Terpapar Virus ASF , 468 Ekor Babi Mati Mendadak


    Dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2025 total kematian Babi di Manggarai Timur sudah mencapai 468 ekor, Virus tersebut telah menyebar ke 21 desa dan 7 kecamatan.

     [Congkasae.com/Kereba] Penyebaran Virus African Swine Fever (ASF) atau yang lebih dikenal virus demam babi Afrika terus meluas ke 7 kecamatan di kabupaten Manggarai Timur.


    Virus yang paling ditakuti oleh peternak babi itu awalnya hanya menyebar di dua kecamatan pada awal tahun 2025 yakni Elar dan Kota Komba.


    Plt Kepala Dinas Peternakan kabupaten Manggarai Timur Ima Raydais mengonfirmasi hingga bulan Mei 2025 pihaknya telah menerima laporan penyebaran virus tersebut yang meluas ke 7 wilayah kecamatan lain.


    "Yakni Kecamatan Elar, Elar Selatan, Kota Komba Utara, Congkar, Borong, Kota Komba, dan Rana Mese,"kata Ima dalam keterangannya kepada awak media dihubungi Senin 26 Mei 2025.


    Ia mengatakan sejauh ini virus itu sudah menyebar ke 21 desa di 7 kecamatan tersebut yang memicu kematian babi mencapai 500 ekor.


    "Sampai sekarang babi yang dilaporkan mati sudah mencapai 468 ekor,"katanya.



    Ima mengonfirmasi sampel babi yang mati itu positif terpapar virus ASF berdasarkan hasil uji laboratorium klinis.


    Untuk mengantisipasi kemungkinan meluasnya sebaran virus ASF di kabupaten itu, Ima mengatakan pihaknya telah membagikan disinfektan kepada para peternak melalui petugas kesehatan hewan termasuk memberikan vitamin kepada babi untuk meningkatkan sistem imun tubu pada ternak babi.


    Wabah ASF pertama kali masuk ke Pulau Flores pada tahun 2020 silam, sejak saat itu wabah yang pertama kali terdeteksi di kabupaten Sikka itu terus meluas ke kabupaten lain di pulau itu termasuk Manggarai Timur.


    Sejak saat itu ASF menjadi momok yang paling ditakuti oleh para peternak babi di pulau Flores setelah ribuan ekor babi mati secara massal.


    Sementara itu dosen Peternakan di Politani Kupang Dr. drh. Ewaldus Wera, M.Sc. mengatakan virus babi Afrika alias ASF tidak memiliki obat atau vaksin sampai saat ini.


    "Karena virus itu langsung menyerang sistem imun dari ternak itu sendiri,"kata Ewaldus Wera.


    Ewaldus mengatakan ternak babi yang terinfeksi virus babi Afrika memiliki beberapa gejala klinis yang mudah dikenali seperti ternak babi tak mau makan, lalu disusul keluarnya leleran (ingus) di hidung, lalu muncul bintik-bintik merah di kulit babi.


    "Jadi kalau sudah begitu babi akan demam tinggi dan hanya hitung jam babi akan mati,"ujar Ewaldus.


    Ia mengatakan satu-satunya cara dalam mengatasi sebaran virus ASF adalah dengan menjalankan prinsip biasecurity kandang.


    "Batasi akses keluar masuk orang asing ke kandang, selalu bersihkan kandang dan berikan pakan yang berkualitas jangan berikan limbah daging babi ke ternak yang masih sehat,"ujar Ewaldus.

     BACA JUGA


    Komentar

    Tampilkan

    Bersama Menjaga Warisan Kita

    Dukung Congkasae agar terus hidup dan tumbuh sebagai suara budaya Manggarai.

    Kenapa Kami Butuh Dukungan?

    Congkasae.com hidup dari semangat dan cinta pada budaya. Tapi kami juga perlu dana untuk membayar penulis lokal, mengembangkan situs, dan mendokumentasikan cerita-cerita budaya kita.

    Donasi Sekali atau Rutin

    Atau transfer langsung:

    • BRI 472001001453537 (a.n. Congkasae)
    QRIS

    Pasang Iklan atau Kerja Sama

    Kami membuka kerja sama dengan UMKM, NGO, sekolah, atau pemerintah daerah untuk iklan, pelatihan, dan proyek kolaboratif.

    Kontak Kami Langsung

    Kata Mereka

    "Saya senang bisa mendukung media yang memperjuangkan akar budaya Manggarai." – Julius, diaspora di Jakarta
    "Congkasae adalah media yang dekat dengan hati kami di Manggarai." – Frans, guru di Ruteng