![]() |
Para pelajar SMAN 5 Kota Komba ketika mengadakan kegiatan tapa kolo/Foto Markus Makur-Kompas |
Tapa Kolo yang memiliki nilai sakral yang tinggi kembali diajarkan dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 5 Kota Komba di Manggarai Timur, pemerhati adat dan Budaya Manggarai mengapresiasi langkah institusi yang diniali membentengi generasi penerus dengan warisan leluhur.
[Congkasae.com/Kereba] Ada yang tak biasa dari kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 5 Kota Komba pagi itu, setelah kepulan asap membumbung tinggi ke langit yang bersumber dari Lingkungan SMA Negeri 5 Kota Komba sementara anak-anak pelajar sibuk memasukkan kayu bakar kedalam sebuah tungku yang dijejeri oleh potongan bambu yang masih muda berukuran panjang 40cm yang mengelilingi tungku api tersebut.
"Tambah lagi kayu bakarnya,"ujar seorang pelajar yang meminta temannya sembari mengipa-ngipas tungku api Selasa 3 Juni 2025 pagi.
Sementara pelajar lain sibuk membolak-balikkan batang bambu yang berisi beras dan ditutupi daun pisang mentah pada bagian atasnya.
"Putar yang itu biar tidak gosong,"kata seorang pelajar lain.
Hari ini SMA Negeri 5 Kota Komba, yang terletak di desa Golo Tolang, Kecamatan Kota Komba Utara rupanya sedang mengadakan kegiatan ekstrakurikuler bagi peserta didiknya dengan menghidupkan kembali tradisi 'tapa kolo' yakni sebuah tradisi yang sudah hampir punah di kalangan masyarakat Manggarai Timur.
Tapa Kolo sendiri merupakan teknik memasak nasi dengan menggunakan medium bambu, ritus ini dinilai sangat sakral dalam budaya Manggarai Timur lantas Kolo kerap disebut sebagai makanan para leluhur.
Karenanya pihak SMA Negeri 5 Kota Komba juga melibatkan para tokoh adat setempat dalam kegiatan ekstrakurikuler kali ini.
Hal tersebut diutarakan Antonius Eras yang merupakan tokoh adat Golo Tolang. Menurut Antonius ritus tapa kolo sangat sakral dalam budaya Manggarai Timur.
Karenanya ritus ini tak boleh dilaksanakan secara sembarangan, lantaran dapat membawa malapetaka dalam masyarakat alias Naki.
Karena itu sebagai tua adat Tolang, Antonius Eras meminta restu dari para leluhur sebelum dilakukannya kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
"Saya mengambil sebutir telur ayam kampung untuk meminta permisi kepada para leluhur sebelum acara dimulai,"kata Antonius Eras.
Ia mengatakan usai meminta permisi (mendang) kepada para leluhur telur tersebut dipecahkan sebagai simbol persembahan kepada para leluhur nenek moyang mereka sehingga kegiatan ekstrakurikuler tapa kolo bisa berjalan secara normal hari itu.
"Habis itu saya pecahkan telur itu lalu dipersembahkan kepada para leluhur sebagai simbol permintaan agar mereka tidak mempertanyakan kegiatan tapa kolo di sekolah hari itu,"ujarnya menjelaskan.
Acara tersebut juga dihadiri anggota DPRD Manggarai Timur Fraksi Nasdem Elvis Jehama, menurut Elvis kegiatan ekstrakurikuler yang digelar SMA Negeri 5 Kota Komba itu merupakan bagian dari usaha merawat adat dan tradisi lokal Manggarai Timur di tengah gempuran budaya luar.
Karenanya Elvis yang berasal dari Daerah Pemilihan Kota Komba dan Kota Komba Utara itu mengapresiasi langkah institusi SMA Negeri 5 Kota Komba yang disebutnya sangat bermakna bagi para peserta didik.
"Ini adalah pendidikan karakter yang luar biasa, terutama di era globalisasi yang sering menggeser nilai tradisional,"kata Elvis Jehama menambahkan.
Kegiatan ekstra yang digelar SMA Negeri 5 Kota Komba itu membawa kesan tersendiri terutama bagi kalangan peserta didik.
Laura, Ketua OSIS SMA Negeri 5 Kota Komba mengaku sangat terkesan dengan kegiatan ekstra yang digelar sekolahnya lantaran menjadi yang pertama menyaksikan proses pembuatan kolo.
"Saya jadi tahu bagaimana cara membuat kolo,"kata Laura.
Ia mengaku selama ini hanya menikmati nasi kolo dalam acara-acara adat tanpa mengetahui proses pembuatannya.
"Tapi hari ini saya belajar pembuataanya dari nol,"kata Laura.
Ia merasa bangga setelah mengetahui proses pembuatan kolo yang sangat fenomenal dalam budaya Manggarai Timur.
Menanggapi hal itu pemerhati budaya Manggarai Antonius Rahu mengapresiasi langkah Institusi SMA Negeri 5 Kota Komba yang disebutnya menerobos arus perubahan jaman dengan membekali penerus Manggarai Timur dengan budaya dan tradisi nenek moyang.
"Saya mengapresisasi langkah luar biasa ini, harapannya ini ditiru sekolah-sekolah lain di Manggarai Timur,"katanya di Ruteng Kamis 5 Juni 2025.
![]() |
Makanan Kolo khas Manggarai Timur yang memiliki unsur sakral yang sangat tinggi |
Ia mengatakan Kolo merupakan makanan khas Manggarai Timur yang memiliki nilai kesakralan yang sangat tinggi.
"Di Manggarai Tengah orang tidak mengenal kolo, saya hampir tak menemukan itu mungkin ada khusus di daerah tertentu misalnya di wilayah perbatasan saja,"ujarnya.
Ia mengatakan dalam budaya Manggarai Timur Kolo erat kaitaanya dengan para leluhur, karenanya memasak kolo tak dapat dilakukan secara serampangan, termasuk aturan perempuan tak boleh terlibat dalam proses tapa kolo.
"Kolo hanya hadir dalam ritus-ritus tertentu misalnya acara tepal dan barong wae, acara weri atau menanam padi di ladang, acara saka wela po'ong ketika tanaman komoditi sedang berbunga, acara murang ako woza,"ujarnya.
Ia mengatakan selain ritus-ritus itu tak boleh dilakukan tapa kolo, karena konteksnya kolo itu dekat dengan para leluhur.
"Apa dampaknya jika dilanggar? tentu ada sanksi orang Manggarai menyebutnya dengan istilah Nangki atau Naki,"ujar Antonius Rahu.
Ia menyebut Nangki atau Naki yang bakal diterima oleh para pelanggar seperti sakit dan penyakit yang tak sembuh-sembuh, hasil panen yang menurun drastis ataupaun tanaman yang diserang hama.
"Tergantung konteks pelanggarannya, kalau konteksnya orang tapa kolo waktu menjaga burung pipit di sawah atau ladang maka nakinya bisa jadi hasil panennya merosot atau tiba-tiba padi diserang hama tikus, walangsangit yang tak bisa diatasi,"ujarnya.
Ketika konteks pelanggaran itu dilakukan dekat lokasi mata air, sambung Antonius, maka nangkinya bisa berupa sakit dan penyakit yang tak pernah sembuh.
"Jika orang pergi setrum ikan atau tuna di sungai misalnya lalu mereka tapa kolo di dekat mata air untuk makan siang, maka nangkinya lebih parah bisa menderita sakit yang tak pernah sembuh,"ujarnya.
Begitu sakralnya kolo dalam budaya Manggarai Timur makanya kehadirannya kurang terlalu dikenal khalayak umum.
Apalagi dewasa ini orang Manggarai Timur jarang mempraktikkan budaya murang ako, atau weri.
"Karena orang sudah tidak ada lagi yang buat kebun ladang untuk tanam padi, murang ako juga diganti dengan yang lebih praktis yakni telur ayam saja,"ujarnya.
Ia mengatakan ritus tapa kolo itu sendiri sangat mendesak diajarkan dalam materi muatan lokal di sekolah-sekolah demi membentengi peserta didik dengan warisan leluhur yang wajib dilestarikan.
Kegiatan ekstrakurikuler atau pembelajaran di kelas sangat layak diajarkan tentang ritus dan tradisi adat lantaran peserta didik merupakan generasi penerus bangsa.
BACA JUGA
Kolo, Nukut dan Ghoset Makanan Khas Milik Sang Empo dari Manggarai Timur