- -->
  • Jelajahi

    Copyright © Congkasae.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Miris, Sekelas Mahasiswa Unika St Paulus Ruteng Tak Paham Konsep Gendang One Lingko Pe'ang

    Kolumnis| Congkasae.com
    28 Mei, 2025, 08:18 WIB Last Updated 2025-05-28T05:51:57Z
    Post ADS 1
    Post ADS 1

     

    Miris, Sekelas Mahasiswa Unika St Paulus Ruteng Tak Paham Konsep Gendang One Lingko Pe'ang

    Gagal pahamnya dua orang mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng tentang konsep gendang one lingko pe'ang merupakan buah dari kegagalan sistem pendidikan dasar dan menengah di Manggarai Raya yang mengabaikan budaya lokal Manggarai dalam materi pembelajaran kepada peserta didik.-Antonius Rahu pemerhati budaya Manggarai.

    [Congkasae.com/Kereba] Kunjungan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Natalius Pigai ke Ruteng, Ibu Kota Kabupaten Manggarai menyingkap tabir yang lain terutama di kalangan kampus Universitas Santu Paulus Ruteng.


    Pasalnya dalam sebuah kegiatan yang diselenggarakan Unika Santu Paulus Ruteng, Menteri HAM RI itu bertanya kepada dua orang mahasiswa universitas tersebut perihal pemahaman mahasiswa tentang konsep tu'a teno dan gendang one lingko pe'ang.


    Bukan kaleng-kaleng dua mahasiswa yang ditanyai Natalius Pigai itu merupakan duta mahasiswa NTT yang diutus untuk ajang Putra Putri Budaya Indonesia(PPBI)yakni sebuah kontes budaya Nasional RI  yang diselenggarakan di Yogyakarta.


    Dari NTT, Dionisdesendri Kevianto Suwandi dan Priscilla Cantika Manteiro yang merupakan mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng diutus sebagai finalis dalam ajang tersebut yang mewakili provinsi NTT.


    "Apa yang kalian pahami tentang gendang one lingko pe'ang dan tu'a teno, tu'a teno dulu (dijawab),"tanya Menteri Hak Asasi Manusia RI Natalius Pigai di atas podium.


    Menjawab pertanyaan Natalius, Dionisdesendri Kevianto Suwandi (Kevin) yang merupakan finalis PPBI dari Unika Santu Paulus Ruteng menjelaskan gendang itu merupakan rumah adat Manggarai, sementara lingko pe'ang itu merupakan kebun di luar rumah.


    "Lingko pe'ang itu kebun di luar rumah,"kata Kevin.



    Jawaban Kevin itu sontak menuai riuh di kalangan peserta yang lain yang menandakan jawaban yang diutarakan Kevin tidaklah benar alias salah.


    Selanjutnya Menteri HAM RI Natalius Pigai menyodorkan mikrofon kepada mahasiswi lain atas nama Priscilla Cantika Manteiro (Cantika) yang juga merupakan finalis PPBI di Yogyakarta.


    Cantika yang ditanyai Natalius menjawab Tu'a Teno merupakan tuan yang mengurus tanah jawaban itu juga menuai riuh di kalangan peserta lain yang menandakan jawaban Cantika tidaklah tepat.


    "Tu'a teno itu tuan yang mengurus tanah,"kata Cantika.


    Tak hanya berhenti di situ, Menteri Natalius juga mengejar Cantika dengan pertanyaan konsep yang dipahaminya tentang Lingko pe'ang.


    Cantika juga terlihat kebingungan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan Natalius Pigai yang memahami budaya dan bahasa Manggarai.


    "Gendang one lingko pe'ang itu rumah gendangnya orang Manggarai,"kata Cantika.


    Mendengar jawaban dua orang mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng itu menteri HAM RI, Natalius Pigai mengatakan konsep gendang one lingko pe'ang itu tak dapat didefenisikan secara keseluruhan.


    "Gendang one itu sendiri, lingko pe'ang itu sendiri,"kata Natalius.


    Sementara tu'a teno menurut Natalius Pigai merupakan orang,"Tua teno itu orang,"kata Natalius.


    Video tersebut sontak menimbulkan perbincangan hangat di media sosial facebook, dan tik tok khususnya di kalangan masyarakat Manggarai.


    Mayoritas pengguna sosial media mengkritik dua orang mahasiswa yang merupakan peserta PPBI yang diutus ke Yogyakarta mewakili provinsi NTT.


    Rendahnya pemahaman budaya lokal Manggarai di kalangan kaum terpelajar juga mendapatkan respons dari Antonius Rahu, yang merupakan pemerhati budaya Manggarai.


    Menurutnya apa yang dipertontonkan kepada publik Manggarai saat ini merupakan kegagalan dari sistem pendidikan di Manggara Raya yang cendrung mengedepankan nilai-nilai budaya luar ketimbang budaya Manggarai.


    "Ini sangat-sangat miris dan memalukan bagi kita semua, bagaimana sekelas mahasiswa yang merupakan finalis PPBI terlihat tak dapat menjawab pertanyaan yang merupakan materi Muatan Lokal anak SD kelas VI,"ujar pemerhati adat dan budaya Manggarai Antonius Rahu dihubungi Congkasae.com Rabu 28 Mei 2025.


    Ia mengaku telah menyaksikan rekaman video yang viral di media sosial itu dan mengakui jika dirinya terheran-heran menyaksikan video itu.


    "Mereka ini peserta finalis budaya provinsi NTT loh, saya juga khawatir meraka tak akan bisa mejawab makna budaya belis di Manggarai misalnya ketika ditanyai juri PPBI sejak kapan budaya belis itu lahir di Manggarai, apa tujuannya budaya belis, mengapa belis di Manggarai itu sangat mahal,"ujar pendiri media congkasae.com yang aktif menulis tentang budaya Manggarai ini.


    Ia mengatakan apa yang dipertontonkan kepada publik Manggarai saat ini merupakan buah dari kegagalan sistem pendidikan di Manggarai bukan hanya universitas yang disalahkan.


    "Masalahnya justru ada di bangku SD, SMP dan SMA di Manggarai, dulu ada mata pelajaran khusus yakni Muatan Lokal, yang menjadi momentum bagi kita semua untuk mengajari anak-anak kita tentang budaya dan bahasa Manggarai,"ujarnya.


    Ia mempertanyakan peran institusi pendidikan dasar dan menengah di Manggarai Raya perihal keberlanjutan mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di SD hingga SMA.


    "Kalau di provinsi Bali misalnya sejak Pendidikan PAUD anak-anak mereka sudah diajari tentang bahasa Bali, ini akan terus diajarkan secara berjenjang hingga setingkat SMA,"ujarnya mencontohkan.


    Ia mengatakan ketika pelajar itu lulus dari SMA mereka sudah sangat fasih berbahasa Bali memahami adat dan budaya Bali secara utuh.


    "Padahal Bali adalah garda terdepan dari arus globalisasi di Indonesia karena setiap detik orang luar masuk ke Bali akan tetapi mereka sudah membangun fundasi dasar tentang budaya Bali makanya tak pernah tergerus sedikitpun oleh budaya luar,"katanya.


    Ia mengatakan pada hari tertentu para pelajar maupun guru di Bali wajib mengenakan pakayan adat Bali dalam kegiatan belajar mengajar mereka.


    "Ini menimbulkan kecintaan dan kebanggaan tersendiri di kalangan anak anak generasi penerus Bali,"ujarnya.


    Akan tetapi hal berbeda ketika Antonius Rahu kembali menginjakkan kakinya di Manggarai yang merupakan tanah kelahirannya.


    Ia mengaku tak mengetahui apakah hingga saat ini mata pelajaran Muatan Lokal yang dulu diajarkan di SD itu masih diajarkan hingga saat ini.


    "Kalaupun diajarkan harusnya pertanyaan Natalius soal konsep gendang one lingko peang itu akan sangat enteng dijawab oleh mahasiswa Unika,"katanya.


    Ia menyarankan para pemangku pendidikan dasar dan Menengah di Manggarai Raya untuk meniru apa yang dilakukan pemprov Bali.


    "Ini harusnya ditiru tak apalah kita sedikit merendahkan ego kita untuk belajar pada pemprov Bali bagaimana mereka membangun fondasi adat dan budaya mereka di tengah gempuran arus globalisasi," ujarnya.


    Ia mengaku miris melihat anak-anak kecil usia SD di Ruteng yang orang tuanya merupakan orang Manggarai asli berasal dari kampung di Manggarai namun anak-anak mereka tidak dididik soal bahasa Manggarai.


    "Ada itu orang tuanya dari kampung di Manggarai tapi anak-anak mereka sama sekali tidak tahu bahasa Manggarai ini kan miris,"katanya.


    Ia mengatakan budaya Manggarai itu harus dilestarikan termasuk penggunaan bahasanya,"suku Manggarai itu salah satu suku terbesar yang mendiami pulau Flores bagian Barat, kalau kita menganggap bahasa dan budaya Manggarai itu sesuatu yang kolot itu tidaklah benar, kita punya budaya kita punya bahasa yang unik dan luar biasa karena itu kewajiban kita adalah merawat semuanya ini agar tetap eksis,"katanya.


    Hal tersbeut yang mendorong Antonius Rahu mendirikan sebuah media independen lokal yang mengangkat tradisi dan budaya Manggarai.


    Ia memutuskan untuk mendirikan media daring pertama di Manggarai yang menyoroti isu sosial termasuk adat dan budaya lokal Manggarai namanya congkasae.com.


    "Sejauh ini media cogkasae.com yang saya dirikan di tahun 2017 lalu sudah menjadi salah satu media rujukan untuk isu budaya lokal Manggarai, banyak mahasiswa akhir yang mengutip artikel di media kita untuk kepentingan skripsi termasuk dari kalangan peneliti budaya Manggarai,"katanya.


    Ia mengatakan media ini akan menjadi alat pembelajaran daring bagi para generasi penerus Manggarai ke depan di tengah arus perubahan zaman.


    BACA JUGA

    Mahasiswa Unika St Paulus Ruteng Jadi Finalis Ajang Budaya Indonesia 2025


    Kisah Mahasiswi Gadungan di Unika St Paulus Ruteng, Lonceng Peringatan Bagi Orang Tua


    Wisudawan Unika Ruteng Tipu Orang Tua Pas Wisuda, Ternyata Tak Pernah Kuliah


    Gantung Diri, Mahasiswi Unika St Paulus Ruteng Membusuk dalam Kamar Kos

    Komentar

    Tampilkan

    Bersama Menjaga Warisan Kita

    Dukung Congkasae agar terus hidup dan tumbuh sebagai suara budaya Manggarai.

    Kenapa Kami Butuh Dukungan?

    Congkasae.com hidup dari semangat dan cinta pada budaya. Tapi kami juga perlu dana untuk membayar penulis lokal, mengembangkan situs, dan mendokumentasikan cerita-cerita budaya kita.

    Donasi Sekali atau Rutin

    Atau transfer langsung:

    • BRI 472001001453537 (a.n. Congkasae)
    QRIS

    Pasang Iklan atau Kerja Sama

    Kami membuka kerja sama dengan UMKM, NGO, sekolah, atau pemerintah daerah untuk iklan, pelatihan, dan proyek kolaboratif.

    Kontak Kami Langsung

    Kata Mereka

    "Saya senang bisa mendukung media yang memperjuangkan akar budaya Manggarai." – Julius, diaspora di Jakarta
    "Congkasae adalah media yang dekat dengan hati kami di Manggarai." – Frans, guru di Ruteng